Senin, 26 Desember 2016

Polemik Zakat Profesi



Draft 5
Plagiarism: 1,5 %
Unique: 98,5 %
Polemik Zakat Profesi
Tia Aulia 1305555

Zakat merupakan salah satu bagian dari rukun Islam yang ketiga. Sebagaimana diketahui arti zakat secara istilah ialah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam (muzakki) dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq). Hukum mengeluarkan zakat adalah wajib jika telah memenuhi syarat dan rukunnya. Dasar kewajiban tersebut berdasarkan Alquran dan hadis diantaranya terdapat dalam QS.At-Taubah ayat 103, QS. Adz-Dzariyat ayat 9 dan masih banyak lagi ayat yang menerangkan tentang kewajiban zakat tersebut.
Secara garis besar zakat terbagi ke dalam dua bagian, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah yaitu zakat yang wajib dikeluarkan oleh seluruh umat Islam pada bulan Ramadhan untuk membersihkan dirinya. Zakat yang dikeluarkan berupa makanan pokok sebanyak satu sho, atau setara dengan 2,5 kg. Sedangkan zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan untuk membersihkan harta kekayaan. Zakat ini terbagi ke dalam beberapa macam diantaranya zakat pertanian, peternakan, perdagangan, zakat emas dan perak. Zakat mal dikeluarkan jika telah memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu telah mencapai nishab (ukuran wajib mengeluarkan zakat) dan haul (telah mencapai satu tahun). Namun, pada zakat pertanian syarat wajib mengeluarkan zakat hanya mencapai nishab saja. Ukuran zakat mal yang harus dikeluarkannya pun berbeda-beda tergantung pada jenis harta yang dimiliki.
Dewasa ini muncul pembahasan baru dalam ilmu zakat, yaitu zakat profesi atau dalam istilah arab dikenal dengan zakatukasb al-‘amalwa al-mihan al-hurrohatau zakat atas penghasilan dan pekerjaan yang bebas. Sebenarnya dari mana asal munculnya zakat profesi? Dan bagaimana hukum zakat profesi?
Istilah zakat profesi itu sendiri terdiri dari dua suku kata, yaitu zakat dan profesi. Profesi adalah suatu pekerjaan yang dilandasi keahlian tertentu, seperti dokter spesialis, konsultan, arsitektur, pengacara dan lain sebagainya. Jadi yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil pekerjaan seseorang yang dilandasi keahlian tertentu yang bernilai besar.
Jika kita melihat dan menelaah kitab-kitab fikih ulama terdahulu, maka kita tidak akan menemukan suatu pembahasan yang spesifik mengenai zakat profesi ini karena zakat profesi ini timbul dari hasil ijtihad ulama zaman sekarang diantaranya adalah Syekh Yusuf Al-Qardhawi dan Syekh Abdul WahabKhalaf. Zakat profesi ini marak di Indonesia sekitar tahun 90-an ketika Didin Hafiduddin menerjemahkan kitab karangan Syekh Yusuf Al-Qardhawi yang berjudul Fiqh Zakat.
Ijtihad ulama tersebut dilandasi dengan pemikiran bahwa adanya perbedaan kondisi yang terjadi antara zaman dahulu dan sekarang. Pada zaman dahulu penghasilan yang besar berasal dari bertani, berdagang dan beternak sehingga dapat membuat seseorang menjadi kaya. Berbeda dengan zaman sekarang, orang yang bertani tidak sertamerta menjadi orang kaya, begitu pula dengan orang yang berdagang dan beternak. Justru di Negara ini banyak petani dan peternak yang  hidupnya pas-pasan dan tingkat ekonominya rendah. Tetapi sebaliknya, profesi-profesi tertentu dahulu yang sudah ada dan mendatangkan penghasilan yang sedikit, pada zaman ini justru mendatangkan penghasilan yang besar dalam waktu yang singkat, dan nilainya jauh berkali-kali lipat dibandingkan dengan penghasilan petani atau peternak yang ada di desa-desa. Profesi tersebut seperti dokter, arsitektur, pengacara dan lain sebagainya.
Jadi, zakat profesi merupakan hasil ijtihad ulama masakini dengan berbagai alasan dan dasar yang cukup kuat. Akan tetapi tidak semua ulama pada masa kini setuju dengan zakat profesi tersebut. Berikut penjelasan hukum zakat profesi menurut para ulama yang menentang dan mendukungnya.
Pendapat Penentang Adanya Zakat Profesi
Diantara ulama yang menentang adanya zakat profesi adalah Fuqaha kalangan Zahiri seperti Ibnu Hazm, mereka berpendapat bahwa:
Pertama, masalah zakat merupakan masalah ubudiyah. Sehingga segala bentuk aturan dan ketentuannya hanya boleh dilakukan kalau ada petunjuk yang jelas dan tegas menurut syariat atau ada contoh dari Rasul. Bila tidak ada, maka jangan membentuk kreasi atau penambahan dalam masalah zakat seperti adanya zakat profesi.
Kedua, tidak ada nash yang tegas yang menjelaskan tentang zakat profesi. Karena pada prisipnya, sebuah aktivita ssekelas zakat yang merupakan bagian dari rukun Islam harus berdasarkan nash yang jelas dan kuat yang melandasinya. Bahkan 14 abad kebelakang pun belum ada ulama yang membahas tentang zakat profesi ini.
Ketiga, dalil yang dikemukakan sebagai dalil zakat profesi sesungguhnya tidak tepat  dan tidak dapat menjadi landasan zakat profesi. Karena dalil tersebut telah memiliki pengertian umum yang mewajibkan infaq atau mengeluarkan harta yang dikhususkan dan dijelaskan dalam hadis-hadis. Dalam hadis disebutkan bahwa hanya ada dua jenis zakat, yakni zakat fitrah dan zakat mal yang meliputi empat macam harta, diantaranya zakat al mawasyi (zakat binatang ternak), zakat azzuruu’ waatstsimaar (zakat tanaman dan buah-buahan), zakah at tijarah (zakat perdagangan) dan zakah adz dzahabwa al fidhdhah (zakat emas dan perak) dalam hal ini termasuk zakat uang. Dengan demikian tidak ada satu pun dalil yang mensyari’atkan adanya zakat profesi.
Pendapat Pendukung Adanya Zakat Profesi
Diantara ulama pendukung zakat profesi ialah Syekh Abdul Wahab Khalaf, Syekh Abdurrahman Hasan, Syekh Abu Zahrah dan Syekh Yusuf Qardhawi. Mereka berpendapat bahwa semua penghasilan dari kegitan profesi seperti dokter, konsultan, akunting, seniman, notaris, dan lain sebagainya, apabila telah mencapai nishab maka wajib dikenakan zakatnya sekali pun hitungannya belum sampai satu tahun menurut kalender hijriyah. Mereka melandaskan pendapatnya tersebut atas dasar:
Pertama, banyaknya ayat Alquran yang bersifat umum tentang kewajiban mengeluarkan zakat dari semua jenis harta. Seperti dalam QS. Adz-Dzariyat: 19, At-Taubah: 103. Firman Allah yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah dari sebagian hasil usahamu yang baik-baik” (QS. Al-Baqarah: 267). Dalam ayat tersebut, dijelaskan bahwa segala hasil usaha yang baik-baik wajib dikeluarkan zakatnya. Termasuk juga gaji atau hasil usaha dari profesi seperti dokter spesialis, arsitektur, pengacara, konsultan dan lain sebagainya.
Kedua, ijtihad berdasarkan kepada asas keadilan yang menjadi pokok ajaran Islam. Penetapan kewajiban zakat atas semua jenis harta yang dimiliki akan terasa jelas dibandingkan dengan hanya membatasi pada komoditi-komoditi tertentu yang konvensional. Contohnya seorang petani yang saat ini kondisinya kurang menguntungkan, tetapi apabila telah mencapai nishab maka ia wajib mengeluarkan zakatnya, apalagi yang penghasilannya jauh diatas petani, maka sangat adil bila profesi tersebut dikenai zakat, seperti dokter spesialis, arsitektur dan profesilainnya.
Ketiga, seiring berjalannya waktu perkembangan ekonomi di dunia ini akan semakin berkembang. Kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini juga akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan keahlian dan profesi akan menjadi kegiatan ekonomi yang pertama, seperti yang terjadi di Negara industri. Penetapan akan adanya kewajiban zakat terhadapnya, menunjukkan bahwa hukum Islam sangat aspiratif dan responsive terhadap perkembangan zaman.
Jadi, para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban mengeluarkan zakat profesi. Ulama yang tidak mewajibkan zakat profesi menyebutkan bahwa tidak adanya dalil khusus yang mewajibkan akan zakat profesi baik dari Alquran maupun hadis. Sedangkan ulama yang mewajibkan zakat profesi menyebutkan bahwa zakat profesi itu hanya sebuah istilah, karena zakat profesi ini samahalnya seperti zakat mal.
Nishab dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan nishab dan cara mengeluarkan zakat profesi, diantaranya:
Pertama: Jumhur ulama dari madzhab yang empat berpendapat bahwa tidak ada zakat pada harta kecuali telah mencapai nishab dan haul (sudah memiliki tenggang waktu satu tahun). Nishabnya senilai 85 gram emas dengan kadar zakat sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : 866, 1989).
Kedua: Menurut Syekh Muhammad Ghazali yang mengiaskan zakat profesi ini dengan zakat hasil pertanian, baik dalam nishab ataupun persentase zakat yang wajib dikeluarkan, yaitu 10%.
Ketiga: Pendapat yang mengiaskan zakat profesi ini dari dua sisi, yaitu dari segi nishab disamakan dengan zakat pertanian, sehingga zakat profesi dikeluarkan pada saat diterima, dan disamakan dengan zakat emas dalam hal kadar zakatnya yaitu sebesar 2,5%.
Pendapat yang mengiaskan zakat profesi ini dengan zakat pertanian, diantaranya diambil dari pendapat sebagian sahabat seperti Ibn Mas’ud, Ibnu Abbas, dan Mu’awwiyah. Dan juga dari sebagian ulama seperti Hasan Bashri, Imam Zuhri, Makhul, Baqir, Umar bin Abdul Aziz, Shadiq, Daud Dzahiri, dan Nashir (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : hal. 866).
Keempat: Madzhab Imamiyyah yang berpendapat bahwa zakat profesi sebesar 20% dari hasil pendapatan yang bersih. Hal ini berdasarkan pada pemahaman mereka terhadap firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfaal (8) : 41. Menurut mereka kata ghanintum dalam ayat tersebut bermakna seluruh penghasilan, termasuk honorarium, gaji, dan pendapatan lainnya.
Zakat profesi ini dirasa perlu untuk dilakukan dikarenakan semua harta yang dimiliki termasuk gaji atau upah didalamnya terdapat hak orang lain yang membutuhkan. Pengeluaran zakat profesi ini dilakukan setiap memperoleh upah atau gaji jika telah mencapai nishab. Jika zakat ini dikeluarkan menunggu haul dikhawatirkan upah yang dierima akan habis terpakai.
MUI pun setuju dengan adanya zakat profesi ini. Mereka berpendapat bahwa semua bentuk penghasilan yang halal wajib di keluarkan zakatnya dengan syarat harta tersebut telah mencapai nishab dalam haul (satu tahun), yakni senilai emas 85 gram. Adapun waktu untuk mengeluarkannya yaitu pada saat menerima gaji jika sudah cukup nishab, dan Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun, kemudian zakat profesi dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab. Jumlah zakat profesi yang harus dikeluarkan yaitu 2,5 %.